myblog
Kamis, 07 Januari 2016
video ini bercerita tentang kegiatan pelestarian Mangrove di BAPPL STP Serang,Banten. Kegiatan dimulai dari penyemaian, perawatan bibit hingga penanaman bibit mangrove di pantai maupun di tempat lain yang membutuhkan tanaman ini. Kegiatan ini dilakukan oleh taruna/i BAPPL STP Serang dengan binaan instruktur serta dosen secara berkelanjutan dan telah menjadi kegiatan rutin. Semua ini diakukan agar mangrove tetap lestari untuk Indonesia yang lebih baik
Rabu, 11 November 2015
Pembesaran Ikan Lele Dumbo
1. Pendahuluan
Meningkatnya kebutuhan akan ikan lele membuat petani lele
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Tidak hanya teknologi yang
dibutuhkan dalam kegiatan pembesaran ikan lele, melainkan dukungan dari
mayarakat sekitar dan dukungan dari pemerintah serta pengaturan manajemen yang dapat
membantu petani untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan begitu manajemen
sangat diperlukan dalam kegiatan pembesaran ikan lele. Ikan lele dumbo (Clarias
gariepinus) merupakan salah satu ikan ekonomis penting air tawar. Ikan lele
dumbo telah banyak dibudidayakan baik secara tradisional maupun secara
intensif. Ikan lele dumbo memiliki banyak kelebihan, yaitu pertumbuhanya lebih
cepat dibandingkan dengan ikan lele lokal, ikan lele dumbo juga dapat hidup
dalam kondisi perairan yang kurang akan kandungan oksigen (O2),
serta dapat bertahan pada suhu 200 hingga 310 C (Suyanto,
2007).2. Pembesaran Ikan Lele Dumbo
Menurut Suyanto (2007), pembesaran bertujuan untuk
menghasilkan ikan ukuran konsumsi. Dalam kegiatan pembesaran, ikan didorong
untuk tumbuh secara maksimum hingga mencapai ukuran panen atau ukuran pasar
melalui penyediaan lengkungan media hidup ikan yang optimal, dan pemberian
pakan yang tepat jumlah, mutu, cara, dan waktu serta pengendalian hama dan
penyakit. Ukuran ikan lele untuk dikonsumsi umumnya 200-300 g.
Ukuran itu dapat dicapai dalam waktu 4-6 bulan apabila persyaratan hidup
dipenuhi, yaitu pakan yang bermutu baik dan cukup jumlahnya, kondisi air yang
jernih, serta tidak ada gangguan hama dan penyakit. Di Indonesia, pemeliharaan
pembesaran ikan lele biasanya dilakukan sebagai usaha/kegiatan sambilan.
Pembesaran lele dapat dilakukan di kolam, sawah, atau comberan (Suyanto, 2007).A.
Persiapan
Kolam
Kolam pembesaran
lele dapat berupa kolam tanah atau kolam dari beton/semen. Ukuran kolam yang
sempit lebih mudah untuk diawasi dari pada yang berukuran besar. Kepadatan
tinggi dalam pembesaran lele bukanlah suatu masalah karena oksigen dapat
diambilnya dari udara (Suyanto, 2007).
Sebelum ditebar benih lele, tanah dasar kolam dikeringkan
kemudian dicangkul untuk menggemburkan dan dibiarkan kira-kira 5-7 hari
terjemur sinar matahari setelah itu ditaburi dengan kapur pertanian agar
derajat keasaman (pH) tanah selama dipergunakan dapat stabil dengan dosis kapur
2-3 kg/100 m2 kolam dibiarkan selama 2-3 hari lalu dapat diisi
dengan air (Suyanto, 2007).B.
Pemeliharaan
1. Penebaran Benih
Menurut
Khairuman dan Amri (2002), penebaran benih baru dapat dilakukan setelah
dipastikan kolam pembesaran benar-benar telah siap untuk digunakan. Benih
ditebar pada pagi hari atau sore hari saat suhu rendah untuk menghindari stres.
Jumlah benih lele dumbo yang akanditebar disesuaikan dengan ukuran ikan dan
luas kolam.
Ketahanan tubuh benih lele masih rawan dan perubahan
lingkungan yang sifatnya mendadak berupa perubahan suhu, kandungan oksigen, pH,
atau sifat air yang lain akan sangat mudah menyebabkan stres. Tahap penebaran
benih yang dilakukan dengan cara benih yang telah dibeli dari tempat pembenihan
segera ditebar kekolam dan kantong plastik atau wadah berisi benih dimasukan
kedalam kolam, agar suhunya sesuai dengan suhu kolam. Selanjutnya air kolam
dimasukan kedalam kantong plastik atau
wadah dan dibiarkan mengapung di kolam selama 5-10 menit hingga benih keluar
dengan sendirinya dan benih jangan dilepas seluruhnya disatu tempat tetapi
dibagi-bagi di beberapa sudut kolam agar tidak bergerombol (Suyanto, 2007). Menurut Khairuman dan Amri (2002), benih yang ditebar
yang sehat tanda – tandanya badannya tidak luka, kulitnya tampak mengkilap,
gerakannya gesit, dan akan terkejut apabila wadahnya diketuk. Waktu penebaran
sebaiknya pada pagi atau sore hari saat udara tidak terlalu panas.1.
Pengaturan
Air
Air merupakan
media tempat hidup dalam budidaya ikan. Kondisi air harus disesuaikan dengan
kebutuhan optimal bagi pertumbuhan ikan yang dipelihara.
Menurut Khairuman dan Amri (2002), salah satu aspek
penting yang harus diperhatikan dalam menjaga lingkungan hidup lele dumbo
adalah air. Sebagai media hidup air memiliki arti yang sangat penting bagi
pemeliharaan dan pengaturan air harus diperhatikan. Pergantian air dilakukan
secara bertahap maksudnya air dikeluarkan sebagian dan diisi dengan air baru
dalam hal ini air di bagian bawah dibuang. Bagian bawah tempat pemeliharaan
seringkali menjadi tempat pembuangan dengan saringan agar tidak ada lele yang
ikut keluar.2.
Pemberian
Pakan
Pakan merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan budidaya ikan lele dumbo secara
intensif, karena pakan berfungsi sebagai sumber energi. Pakan perlu
diperhitungkan secara ekonomi karena sekitar 60% - 65% dari biaya produksi
adalah biaya untuk pembelian pakan (Rukmana, 2003).
Menurut Khairuman dan Amri (2002), cara pemberian pakan
yang dianjurkan adalah dengan metode fooding
system, yaitu pemberian pakan yang mengutamakan makanan tambahan dalam bentuk
pelet. Jumlah pelet yang diberikan tidak bolah berlebihan, hal ini dikarenakan
peletmerupakan bahan organik di dalam air yang mengurangi kandungan O2
serta menambah kandungan H2S dan CO2 di dalam air. Pakan
yang diberikan 2 kali sehari, pagi dan sore atau malam hari dengan cara
ditaburkan secara merata. Jumlah pakan yang diberikan dalam satu hari adalah
sebanyak 3-5% dari total berat ikan dalam kolam. Untuk mengetahui berat
populasi ikan dalam kolam, dilakukan sampling setiap 10 hari sekali. Cara penghitungan berat lele yang dipelihara agar
pemberian pakan dapat dilakukan dengan efisien. Caranya, ambil 10m ekor lele
dan ditimbang kemudian berat totalnya dibagi 10. Angka berat inilah yang dijadikan
patokan berat rata – rata seekor lele. Jumlah pelet yang diberikan sebaiknya
tidak berlebihan karena akan menyebabkan kurangnya kandungan oksigen. Lebih
baik lele kekurangan pakan dalam satu hari dari pada kelebihan (Rukmana, 2003).C.
Kualitas
Air
Air merupakan
media paling vital bagi kehidupan ikan. Suplai air yang memadai akan memecahkan
berbagai masalah dalam budidaya ikan secara intensif, yaitu dengan cara
manghanyutkan kumpulan dari bahan buangan dan bahan beracun, sehingga kondisi
air optimal tetap terpelihara(Rukmana, 2003).
1.
Suhu
Menurut
Khairuman dan Amri (2002), ikan dapat menyesuaikan diri terhadap suhu yang
relatif tinggi, tetapi pada suatu derajat tertentu kenaikan suhu akan
menyebabkan kematian ikan, terutama kenaikan suhu yang terlalu cepat. Tingkat
penyesuaian tersebut berdasarkan nilai maksimal dan minimal toleransi ikan
terhadap suhu hidupnya. Selanjutnya suhu optimum pertumbuhan ikan lele berkisar
antara 290 – 300 C, sedangkan untuk pembesaran lele
antara 290 – 310 C.
2. Derajat Keasaman (pH)
Menurut
Khairuman dan Amri (2002), kebenyakan perairan alam memiliki pH antara 5–10
dengan frekuensi terbesar berkisar 6,5 – 9. Untuk mendukung kehidupan ikan
diperlukan kisaran pH antara 5 – 9, kisaran optimalnya 6,5 – 8,5. Nilai pH juga
mempengaruhi pertumbuhan ikan, karena nafsu makan ikan berkurang pada pH
rendah. Hal ini disebabkan karena aktifitas dan produksi enzim dan
pencernaannya menjadi rendah (Rukmana, 2003).
3.
Oksigen
Terlarut
Menurut Khairuman dan Amri (2002), oksigen adalah salah
satu faktor pembatas penting dalam budidaya ikan. Meskipun beberapa jenis ikan
masih mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi oksigen 3 ppm,
namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima oleh sebagaian besar spesies
ikan untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi
oksigen dibawah 4 ppm ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu
makannya rendah atau tidak ada sama sekali, sehingga pertumbuhannya menjadi
terhambat. Ikan akan mati atau mengalami stres bila konsentrasi oksigen
mencapai nol.
4. Nitrogen
Nitrogen
dalam air berbentuk amoniak (NH3) dan nitrit (NO2).
Amoniak dan nitrit merupakan gas buangan dari hasil metabolisme ikan oleh
perombakan protein, baik dari ikan sendiri berupa kotoran (feces dan urine)
maupun dari sisa pakan. Kelarutan
amoniak sangat besar dan merupakan kompetitor kuat dalam ikatannya ke darah
dengan O2. Substansi ini pun sangat beracun, terutama pada pH
tinggi. Selain amoniak dan nitrit, dalam air juga terdapat nitrat (NO3)
yang merupakan hasil oksidasi amoniak dan terutama nitrit yang sangat mudah
larut. Hanya saja pengaruh dan daya racunnya terhadap ikan sangat kecil (Suyanto,
2007).
D. Penanggulangan Hama dan Penyakit
Pencegahan
merupakan tindakan yang efektif dibandingkan dengan pengobatan. Kerugian yang
ditimbulkan oleh serangan hama biasanya tidak sebesar serangan penyakit,
meskipun keduanya harus mendapat perhatian sehingga budidaya lele dumbo dapat
berhasil seperti yang diharapkan (Rukmana, 2003).
1.
Hama
Hama adalah binatang yang menyebabkan mati atau hilangnya
ikan karena karena dimakan atau dirusak tubuhnya. Hama ikan yang dimaksud
adalah binatang – binatang yang ukurannya agak besar. Jadi, hama tersebut bukan
parasit yang menyebabkan suatu gejala penyakit (Suyanto, 2007).
2. Penyakit
Penularan
penyakit cepat terjadi. Namun, penyakit dapat dihindari apabila kondisi tubuh
ikan selalu baik karena daya tahan penyakit menjadi tinggi. Selain itu,
berbagai jenis obat pencegah, perlu diberikan pada ikan pada waktu tertentu,
misalnya saat ikan diangkat dari kolam, sehabis diangkut dari atau kedaerah
lain. Namun demikian, setelah ikan dipindahkan ke kolam lainnya kemungkinan
untuk terkena penyakit tetap saja ada. Oleh karena itu, cara yang dapat
dianjurkan untuk menghindari penyakit ialah memelihara ikan – ikan sebaik
mungkin, menciptakan kesegaran air, dan member pakan yang cukup (Suyanto,
2007).
E.
Pemanenan
Panen dilakukan pada saat lele dumbo berumur 3 – 4 bulan
dan mencapai berat 100 – 150 gram dengan hati-hati agar diperoleh hasil yang
baik, tidak cacat atau luka. Pemanenan dapat dilakukan dengan menyeleksi lele
yang hendak dipanen sedangkan panen sekaligus dapat dengan mudah dilakukan jika
air kolam sebagian besar dikeluarkan (Suyanto, 2007).
Menurut Suyanto (2007), waktu panen sebaiknya dilakukan pada saat kondisi udara sejuk, yaitu pada pagi hari, karena akan mengurangi stres dan aktifitas ikan yang dipanen. Hal penting yang harus diperhatikan pada waktu panen yaitu peralatan panen harus terbuat dari bahan yang tidak kasar dan tidak mudah berkarat, serta bentuk alat panen tersebut disesuaikan dengan stadium ikan yang akan dipanen.
Daftar Pustaka
Kahiruman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Unit Penerbit PT Agromedia Pustaka.
Rukmana, Rahmat. 2003. Lele Dumbo. Cetakan Pertama Unit Penerbit CV. Aneka Ilmu, Anggota IKAPI.
Suyanto, Rachmatun. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
2. Derajat Keasaman (pH)
4. Nitrogen
D. Penanggulangan Hama dan Penyakit
2. Penyakit
Menurut Suyanto (2007), waktu panen sebaiknya dilakukan pada saat kondisi udara sejuk, yaitu pada pagi hari, karena akan mengurangi stres dan aktifitas ikan yang dipanen. Hal penting yang harus diperhatikan pada waktu panen yaitu peralatan panen harus terbuat dari bahan yang tidak kasar dan tidak mudah berkarat, serta bentuk alat panen tersebut disesuaikan dengan stadium ikan yang akan dipanen.
Daftar Pustaka
Kahiruman dan K. Amri. 2002. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Unit Penerbit PT Agromedia Pustaka.
Rukmana, Rahmat. 2003. Lele Dumbo. Cetakan Pertama Unit Penerbit CV. Aneka Ilmu, Anggota IKAPI.
Suyanto, Rachmatun. 2007. Budidaya Ikan Lele. Penebar Swadaya. Jakarta.
Senin, 26 Oktober 2015
makalah ekonomi perikanan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Indonesia sebagai negara
kepulauan memiliki 18.306 pulau yang dipersatukan oleh laut dengan panjang
garis pantai 81.000 km terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, dengan bentang
wilayah Indonesia dari ujung barat (Sabang) sampai Timur (Merauke). Indonesia
merupakan negara maritim, dimana tiga per empat berupa laut (5,8 juta km2). Luas lautnya sekitar 3,1 juta km2,
yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2 dan perairan
laut territorial 0,3 km2. Wilayah Indonesia juga memiliki
keanekaragaman hayati, hal ini dimungkinkan karena Indonesia terletak diatara
dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, juga diantara dua
benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Wilayah laut menjadi sangat penting
dengan dicantumkannya pada GBHN tahun 1993, dan didirikannya Departemen
Kelautan dan Perikanan. Undang-Undang No. 22 dan 25 tahun 1999 juga
mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah.
Laut mengandung potensi
ekonomi (pembangunan) sangat besar dan beragam. Indonesia memiliki potensi
perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari sisi luasnya perairan
lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Indonesia
memiliki potensi maksimum perikanan laut sebesar 6,7 –7,7 juta metrik ton dan
potensi perikanan darat mencapai 3,6 juta metrik ton. Sedangkan terumbu karang
di Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman koral paling tinggi di dunia,
dengan lebih dari 70 genus biota laut didalamnya. (Choi & Hutagalung :
1988)
Menurut data Dirjen
Perikanan (1995), potensi lestari sumber daya perikanan tangkap di laut
Indonesia diperkirakan sebesar 6,7 juta ton dengan rincian 4,4 juta ton di
perairan laut territorial dan perairan laut nusantara, serta 2,3 juta ton di
perairan laut ZEEI.
Potensi kelautan yang
meliputi perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan merupakan bidang
pembangunan yang tidak dapat berdiri sendiri, karena melibatkan banyak sektor.
Ketiga sektor di atas belum memberikan kontribusi yang signifikan kepada
Negara, apabila dibandingkan dengqn potensi yang dimiliki. Hal ini disebabkan
oleh adanya berbagai kebijakan yang tumpang tindih antar ketiga sektor
tersebut. Disamping kurangnya dukungan dari sektor lainnya. Pengembangan
ketiga sektor ini membutuhkan komitmen, koordinasi dan partisipasi aktif dari sektor
yang terkait (stakeholders). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kesamaan
pola pikir dan pola tindak yang terintegrasi dari semua pihak dalam mewujudkan
kebijakan lintas sektoral untuk mempercepat pembangunan perikanan, pariwisata
bahari dan jasa kelautan. Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan,
Freddy Numberi pada perumusan Kebijakan Pembangunan Kelautan Indonesia.
1.2.
Perumusan masalah
a. Aspek
sumberdaya manusia
Dalam Human Development
Report 2003 yang dipublikasikan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa
(UNDP), terungkap bahwa indeks pembangunan manusia (Human Development
Index/HDI) Indonesia mengalami penurunan, yaitu dari 0,684 (pada HDR 2002)
menjadi 0,682 (pada HDR 2003). mbagunan mensejahterakan kaum nelayan.
b. Aspek permodalan, industri,
dan pasar
Selama ini, banyak masalah dan kendala yang
menghadang para petani dan nelayan sebagai pelaku agrobisnis. Masalah paling
strategis yang dihadapi oleh petani kita adalah akses terhadap modal/kapital.
c. Aspek sarana dan prasarana
Naiknya harga sarana dan prasarana produksi
perikanan sehingga meningkatkan biaya operasional melaut. Kenaikan harga BBM
(solar) mengakibatkan sebagian besar nelayan mengeluhkan
mahalnya operasional melaut, bahkan banyak nelayan yang berhenti melaut karena
tidak mampu lagi membiayai operasional ke laut.
d. Aspek sosial
Permasalahan yang berkembang mengenai petani
dan nelayan, yang berdampak pada pencapaian tingkat keberhasilan pembangunan
sektor pertanian serta perikanan dan kelautan di Indonesia bermuara pada belum
berpihaknya pembangunan yang dilakukan kepada petani dan nelayan. Belum ada
undang-undang yang melindungi hak-hak para petani dan nelayan yang jumlahnya
lebih dari setengah warga negara Indonesia. Sehingga kaum petani dan nelayan selalu
menjadi kaum yang tertindas dan dieksploitir dalam pencapaian target
pembangunan ekonomi Indonesia.
e. Aspek
sumberdaya alam
Pemanfaatan sumberdaya laut baik hayati dan
non hayati harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sehingga senantiasa
terjaminkelangsungannya
(sustainable).
1.3.
Tujuan
a. Untuk
mengetahui bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam pembangunan perikanan di
Indonesia
b. Mengetahui
fator-faktor apa yang harus dilaksanakan dalam pembangunan perikanan di Indonesia
c. Untuk
mengetahui pembangunan perikanan di Indonesia yang sudah di upayakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
Pembangunan Perikanan di Indonesia
Berbicara tentang
pembangunan perikanan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru baik dilihat
secara global maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya masih belum dipahami
dengan baik dan oleh karenanya masih menunjukkan banyak kerancuan pada tingkat
kebijakan dan pengaturan dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi
atau pelaksana. Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang mengandung pengertian
sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan”. yang
menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor
lingkungan (Soerjani, 1977: 66),
Wilayah perairan yang
sangat luas memang memberikan harapan dan manfaat yang besar, tapi juga membawa
konsekuensi dan beberapa permasalahan, antara lain banyaknya sea lane of
communication, tidak dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang
berlaku di perairan seperti illegal fishing, illegal logging, illegal mining,
illegal migrant, human trafficking, atau kurang terjaminnya keselamatan
pelayaran.
Keberadaan Perairan
Indonesia yang luas dan terletak pada posisi silang di antara dua samudera dan
dua benua, mengharuskan Indonesia untuk berperan aktif dalam forum-forum
regional sehingga terjalin kerjasama dan kesatuan di antara negara-negara
tetangga. Kerjasama luar negeri baik itu bilateral, regional maupun
internasional perlu ditingkatkan untuk mengatur pemanfaatan sumberdaya
ikan, penelitian maupun pengelolaan laut, termasuk dalam pengaturan batas ZEE.
Selain itu Pendayagunaan
dan pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional dengan menerapkan konvensi hukum
laut internasional meliputi penetapan batas wilayah perairan indonesia maupun
ZEE serta mengembangkan potensi nasional merupakan kekuatan pertahanan keamanan
di bidang maritim untuk menjamin keselamatan dan pembangunan di laut. Peran
serta Departemen Perhubungan khususnya perhubungan laut dalam pengadaan
sarana-sarana perhubungan laut akan memberi solusi bagi terbukanya wilayah yang
terisolasi sehingga memungkinkan pembangunan wilayah di pulau-pulau maupun
wilayah yang terpencil sekalipun.
Dalam pembangunan
Perikanan laut, penguasaan teknologi perlu ditingkatkan. Teknologi yang
perlu ditingkatkan dalam pembangunan perikanan laut (Rohmin D, 1997) antara
lain:
Ø Pengembangan kemampuan
armada penangkapan ikan nasional, dari yang bersifat hunting menjadi lebih
bersifat harvesting. Ini memerlukan penguasaan dan penerapan IPTEK baru,
antara lain sensor system, remote sensing dan GIS, permodelan dan simulasi
komputer, artificial inteligence dan decision support system, teknologi
penangkapan dan kapal penangkapan ikan yang modern dan effisien untuk
eksploitasi Sumberdaya ikan di ZEE.
Ø Pengembangan teknologi
budidaya laut (mariculture), termasuk sea ranching, untuk sumberdaya ikan yang
sudah dibudidayakan maupun yang belum (baru).
Ø Penerapan bioteknologi
untuk budidaya laut, termasuk teknik ekstrasi bioactive subtances atau marine
natural products untuk industri pangan, obat-obatan dan kosmetika.
Ø Pengembangan teknologi
pengelolaan (konservasi) sumberdaya perikanan dan lingkungan laut serta
rehabilitasi habitat ikan yang telah rusak, sehingga kelestarian produksi
sumberdaya ikan dapat dipelihara.
Ø Pengembangan
ilmu dan teknologi kelautan, khususnya dalam bidang fisika oseanografi.
2.2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perikanan
Sebagai sumberdaya yang dapat
diperbaharui (renewable resources), sumberdaya ikan mempunyai batas-batas
tertentu sesuai dengan daya dukungnya (carrying capacity). Oleh karena
itu, apabila pemanfaatannya dilakukan secara bertentangan dengan kaedah-kaedah
pengelolaan, maka akan berakibat terjadinya kepunahan. Dengan demikian, agar kelestarian
sumberdaya ikan tetap terjaga maka diperlukan perangkat hukum yang pasti yang
disertai dengan penegakan hukum (law enforcement). Dengan kata lain,
ketidakpastian hukum dan lemahnya penegakan hukum inilah yang menjadi penyebab
rusaknya eksosistem perairan laut.
1. Pembangunan
Perikanan Laut
a. Objektif projek tujuan utama
aktiviti ini dilaksanakan adalah untuk :
Ø Mengurangkan
bilangan golongan nelayan miskin dan termiskin melalui program bantuan bagi
membolehkan mereka meningkatkan pendapatan keluarga.
Ø Meningkatkan
kecekapan serta kemahiran nelayan miskin dan termiskin ke arah peningkatan
produktiviti sektor perikanan artisenal / pantai.
Ø Memberi
suntikan teknologi kepada sektor perikanan pantai ke arah memodenkan kumpulan
nelayan artisenal.
Ø Memperbaiki
kedudukan sosio-ekonomi nelayan.
b.
Komponen projek
Ø Projek
ini melibatkan pemberian Geran bantuan kepada nelayan yang tersenarai sebagai nelayan
miskin dan termiskin.
Gerakan
bantuan adalah bertujuan untuk membiayai kos pembelian perkakas / peralatan
bernilai tidak melebihi RM10,000/orang. Dengan bantuan ini dijangka
nelayan-nelayan miskin dan termiskin akan dapat meningkatkan pendapatan mereka,
kerana mereka menjadi ‘owner operator’ dan tidak hanya menjadi awak-awak bot.
2. Pembangunan
Produk Baru Perikanan
a. Objektif projek tujuan utama aktiviti ini
dilaksanakan adalah untuk :
Ø Untuk
membangunkan dan memajukan produk-produk sedia ada yang dihasilkan oleh
usahawan atau produk baru hasil penyelidikan oleh MARDI atau lain-lain badan.
Ø Untuk
menaiktaraf kaedah pemprosesan, kualiti, piawaian, jenama, pembungkusan, kaedah
persembahan, pernyataan komposisi nutrien, pelabelan dan pengeluaran produk
yang lebih berdaya saing.
Ø Untuk
mendapatkan kepercayaan dan keyakinan konsumer melalui pengeluaran produk
mengikut manual serta amalan pemprosesan yang berkualiti dengan mempunyai
persijilan GHP/GMP/Halal/HACCP bagi memastikan pengeluaran yang konsisten,
berkualiti, selamat dimakan dan boleh dipercayai.
Ø Menyediakan
bantuan melalui satu pakej yang lengkap sebagai tambahan kepada pelaburan yang
telah dibuat oleh usahawan terpilih dalam setiap aktiviti di peringkat
pengeluaran produk yang bermula dari penyediaan premis, penerimaan bahan
mentah, pemprosesan, pembungkusan, penyimpanan, pemasaran serta pemindahan
teknologi (TOT).
b. Komponen projek. Pembangunan
produk dan pemprosesannya akan ditumpukan melalui:
Ø Penyediaan
premis yang berkualiti.
Ø Penyediaan
peralatan pemprosesan yang mencapai standard pengeluaran produk yang
ditetapkan.
Ø Mengujicuba
pengeluaran secara semi komersil sebelum dipindahkan kepada usahawan.
Ø
Mengujicoba pengeluaran
produk secara semi komersil sebelum dipindahkan kepada usahawan. Pembangunan
produk akan dilakukan ke atas produk yang telah diuji dan disahkan boleh
dikomersilkan oleh MARDI atau badan-badan lain yang terlibat. Produk-produk
yang telah berjaya diperingkat R&D makmal akan diuji pengeluarannya secara
semi komersil di premis-premis yang disediakan oleh LKIM. Setelah ujicuba
pengeluaran secara semi komersil berjaya dilakukan, teknologi akan dipindahkan
kepada usahawan yang berminat untuk mengkomersilkannya. Pengeluaran secara
komersil ini akan dibuat di PPHP, di loji pemprosesan PNK dan kawasan IKS yang
disewakan kepada usahawan.
3. Khidmat Sokongan Pembangunan
Perikanan Laut
a. Objektif projek
Ø Membangunkan
sumber manusia (nelayan artisenal) dari aspek pengetahuan dan kemahiran melalui
latihan dan bimbingan.
Ø Menyediakan
kumpulan pekerja tempatan (nelayan) yang mahir untuk mengusahakan vesel rawai
tuna di lautan ZEE negara dan Lautan Hindi. Memberi
penerangan mengenai konsep “Community Based Fisheries Management” dengan
“fishing rights” di kawasan unjam kepada kumpulan nelayan tempatan.
b. Komponen Projek
Ø Latihan
kepada nelayan artisenal dalam bidang teknologi perkakasan dan peralatan secara
penempatan (attachment).
Ø Latihan
bekerja secara penempatan/sangkut [attachment] kepada nelayan tempatan yang
berminat untuk menceburi bidang merawai tuna di lautan ZEE negara dan Lautan
Hindia.
Ø Sessi
penerangan kepada nelayan tempatan, terutamanya yang menangkap ikan di kawasan
unjam, mengenai konsep “Community Based Fisheries Management” serta mengenai
“fishing rights” di kawasan unjam.
4. Insentif
berbagai peralatan
a. Objektif
Projek
Ø Memperkayakan
sekitaran laut pantai melalui peningkatan kepadatan (density) dan kepelbagaian
(biodiversity) hidupan marin disamping mengujudkan habitat baru.
Ø Memudahkan
nelayan pantai menangkap ikan melalui ‘targetfishing’ di kawasan unjam
meningkatkan produktiviti dan sekaligus pendapatan mereka. Melindungi kawasan
perairan pantai dari terus dicerobohi dan dirosakkan oleh kegiatan penangkapan
ikan tidak bertanggung jawab.
Ø Memupuk
kesedaran dikalangan nelayan tentang pentingnya pemuliharaan dan penggunaan
sumber perikanan secara optimum dan rasional.
Ø Merintis usaha
kearah ‘Community Based Fisheries Management’ (CBFM), dengan mewujudkan
‘Fishing Rights’ di kawasan unjam masing-masing.
b. Komponen projek
Ø Pembinaan unjam-unjam
meliputi pembekalan modul-modul pengangkutan darat dan laut serta kerja-kerja
melabuh modul-modul di dasar laut.
Ø Berbagai rekabentuk
modul dan binaan akan di cuba mengikut kesesuaian kawasan bagi memastikan
keberkesanan yang terbaik. Faktor-faktor
kos dan faedah akan diambil kira bagi menentukan rekabentuk yang paling
berkesan. Kerja-kerja pemantauan,
penyenggaraan, kajian dan penilaian bagi memastikan keberkesanan unjam
dilaksanakan secara berkala.
Ø Berdasarkan
temuan-temuan kajian, pengenalpastian teknologi binaan dan kaedah penangkapan
ikan yang sesuaikan disyorkan.
2.3.
Karakteristik Undang-undang Perikanan
Produk Undang-undang Nomor
9 Tahun 1985 tentang Perikanan, jika kita cermat secara lebih kritis dan
mendalam maka akan tampak beberapa karakteristik yang mendasarinya yaitu :
a.
Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan yang
berbasis pada negara (state-based resource on control and management), bercorak
sentralistik, dan pendekatan yang bernuansa sektoral. Penjelasan Umum UU 9/1985
menyebutkan, “Pasal 33 UUD 1945 menentukan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan ini merupakan landasan
konstitusional dan sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang berkaitan
dengan sumber daya ikan.”
b. Hubungan antar sektor dalam pengelolaan sumber
daya perikanan tidak diatur secara terkoordinasi dan terintegrasi (sectoral
policy), sehingga setiap sektor cenderung berjalan sendiri-sendiri sesuai
dengan visi sektornya masing-masing.
c.
Hak-hak masyarakat lokal atau nelayan kampung atas penguasaan dan pengelolaan
sumber daya perikanan belum diakui secara utuh atau masih bersifat mendua
(ambiguity).
d. Kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan
yang lebih berpihak pada kepentingan pemilik modal besar (capital oriented),
dengan mengabaikan kepentingan dan mematikan potensi perekonomian nelayan kecil
(nelayan kampung).
e. Mengabaikan perlindungan hak-hak asasi manusia
(HAM), terutama hak-hak masyarakat l
2.4.
Permasalahan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
Beberapa permasalahan yang
selama ini dianggap sebagai faktor penghambat pelaksanaan pembangunan kelautan
dan perikanan antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
a. Faktor
Internal antara lain sebagian besar nelayan merupakan nelayan tradisional
dengan karaktersitik sosial budaya yang belum kondusif untuk kemajuan usaha,
sebagian besar struktur armada yang dimiliki masih didominasi struktur skala
kecil dan tradisional (berteknologi rendah), ketimpangan tingkat pemanfaatan
stock ikan antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, masih banyaknya praktek
illegal, unregulated dan unreported fishing,penegakan hukum masih lemah,
terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut yang disebabkan oleh pengeboman
dan penambangan pasir, terbatasnya sarana prasarana sosial dan ekonomi
(transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan lemahnya
market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang segmen pasar,
harga dan pesaing.
b. Faktor
eksternal yang ikut mempengaruhi lambatnya pembangunan kelautan dan perikanan
adalah khususnya yang terkait dengan kebijakan moneter, fiskal dan investasi
seperti suku bunga pinjaman dan penyediaan kredit perikanan.
Pelaksanaan pembangunan kelautan
dan perikanan masa depan tentunya harus dapat menjawab permasalahan
permasalahan yang selama ini dianggap sebagai faktor yang menghambat proses
pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, berkeadilan dan
merata.
Tabel 1. Perkiraan nilai ekonomi potensi
sumberdaya perikanan.
Jenis Potensi
|
Potensi Lestari
(ribu ton)
|
Perkiraan Nilai (US$ juta)
|
Perikanan tangkap dilaut
|
5.006
|
15.101
|
Potensi lestari diperairan umum
|
356
|
1.068
|
Perikanan bududaya laut
|
46.700
|
46.700
|
Perikanan budidaya tambak
|
1.000
|
10.000
|
Perikanan bududaya air tawar
|
2.195
|
|
Bioteknologi kelautan
|
4.000
|
|
Total
|
82.064
|
Tabel
2. Potensi ekonomi perikanan budidaya.
Jenis Budidaya
|
Luas Potensi
(ha)
|
Potensi
Produksi (ton)
|
Nilai (Trilliun Rp)
|
Budidaya
laut
|
5.200.000
|
65.000.000
|
220
|
Budidaya
tambak
|
800.000
|
800.000
|
10
|
Budidaya
kolam
|
200.000
|
300.000
|
1.5
|
Budidaya
keramba
|
140.000
|
11.200.000
|
16
|
Sawah
mina padi
|
500.000
|
500.000
|
2.5
|
Total
|
250
|
Beberapa alasan pembangunan
kelautan antara lain:
a. Indonesia memiliki
sumberdaya laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun keragamannya,
Sumberdaya laut tersebut bila ditinjau dari kuantitas sangat besar seperti yang
diuraikan di sub bab potensi sumberdaya laut di bagian bawah ini, adapun
keragaman sumberdaya laut untuk jenis ikan diketahui terdapat 8.500 jenis ikan
pada kolom perairan yang sama, 1.800 jenis rumput laut dan 20.000 jenis
moluska.
b. Sumberdaya laut
merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan, artinya bahwa ikan ataupun
sumberdaya laut lainnya dapat dimanfaatkan, namun harus
memperhatikan kelestariaannya, sehingga nantinya masih terus dapat diusahakan.
c. Pusat Pertumbuhan
ekonomi, dengan akan berlakunya liberalisasi perdagangan di abad 21 ini, akan
terbuka peluang untuk bersaing memasarkan produk-produk kelautan dalam
perdagangan internasional.
d. Sumber protein hewani,
sumberdaya ikan mengandung protein yang tinggi khususnya untuk asam amino tak
jenuh, atau dikenal juga dengan kandungan OMEGA-3 yang sangat bermanfaat bagi
tubuh manusia.
e. Penghasil devisa negara,
udang dan beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti tuna, cakalang ataupun
lobster, saat ini merupakan komoditi eksport yang menghasilkan devisa negara
diluar sektor kehutanan maupun pertambangan.
2.5.
Perlunya Kebijakan
dan Strategi Yang Tepat
Dengan melihat kondisi
potensi dan permasalahan tersebut maka terdapat beberapa alasan utama mengapa
sektor kelautan dan perikanan sebagai alternatif utama pembangunan masa depan. Yaitu
sebagai berikut :
a. Sumber
daya laut di indonesia memiliki potensi yang sangat besar tetapi belum tergarap
secara optimal.
b. Sumberdaya
yang terlibat atau yang bekerja di sektor perikanan dan kelautan sangat banyak,
bahkan cenderung mengalami peningkatansetiap tahun.
c.
Potensi pasar yang sangat baik baik pasar domestik dan pasar luar negri.
d. Pemanfaatan
potensi yang belum mampu memberikan kemakmuran dan keejahteraan bagi bangsa dan
negara.
e. Telah
terjadi tingkat kejenuhan pembangunan yang bersumber dari daratan (perikanan,
perkebunan, pertambangan, kehutanan dan lain-lain).
f. Industri
kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan dengan industri lainnyaseperti
halnya kosmetik, farmasi, dan energi.
g.
Ø Arah
Kebijakan
Secara umum, arah kebijakan
pengelolaan pembangunan perikanan dan kelautan yang diperlukan harus diarahkan
kepada kesejahteraan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi
(peningkatan devisa dan sumbangan PDB Nasional). Secara spesifik diarahkan
kepada :
a.
Peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia
b.
Peningkatan pemberdayaan nelayan
c. Pengembangan
pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan ketrampilan sumberdaya manusia pengelola
sumberdaya laut dan perikanan
d.
Penguatan
kelembagaan nelayan di tingkat lokal dan nasional
e. Desentralisasi
pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang searah dengan sistem
desentralisasi pemerintahan daerah atau otonomi daerah
Ø Pendekatan
kebijakan
Sumberdaya laut Indonesia
bila dikelola dengan baik, akan dapat menjadikannya sebagai penyumbang
perekonomian negara yang besar, gambaran sektor kelautan dan kehidupan nelayan
Indonesia seharusnya tidak seburuk apa yang seperti terjadi saat ini. Ini
mengingat, sebagai negara maritim yang tiga per empat berupa laut (5,8 juta
km2), kaya akan sumber daya (resources) baik hayati maupun non hayati,
Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan riil bagi
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
. Pendekatan perumusan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan
di Indonesia dapat didekati dengan:
a. Visi kebijakan pembangunan
kelautan harus dilandasi oleh semangat rasa syukur kita terhadap Allah SWT atas
karunia sumber daya (resources) perikanan dan kelautan yang begitu besar kepada
bangsa Indonesia. Sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia Ilahi ini, maka
perlu menempatkan prioritas pertama pada peningkatan taraf hidup nelayan
sebagai pelaku utama pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
b. Tuntutan dikembangkan tata kelola
yang baik (good governance) atas perikanan dan kelautan Indonesia di masa
mendatang. Dan sebagai perwujudan untuk mengembangkan good governance tersebut,
perlu adanya upaya mewujudkan sistem pembangunan perikanan dan kelautan
Indonesia yang direncanakan dan ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan
dukungan regulasi, pedoman teknis dan standar operasional kerja yang
akomodatif, jelas dan kondusif, bebas dari praktek spekulatif, serta
menempatkan para pengelola ekonomi yang amanah, jujur, dan kompenten.
c. Pembangunan kelautan dan
perikanan di Indonesia perlu dikembangkan dengan pendekatan bersifat
kelembagaan yang holistik dan komprehensif. Ini berarti tujuan dan nilai-nilai
dasar operasional dari kegiatan-kegiatan pembangunan bertumpu pada manusia
termasuk nilai-nilai moral yang dianut. Semua kelembagaan pembangunan Indonesia
yang bergerak di semua sektor dan daerah perlu melaksanakan transformasi diri
secepat mungkin sehingga mampu mengemban tugas membawa seluruh bangsa ke suatu
trayektori perkembangan yang akan menyelesaikan masalah struktural seperti
korupsi, pengangguran, dan kemiskinan; dan sekaligus menempatkan bangsa ini ke
suatu posisi yang penuh daya saing, bermartabat, dan kuat secara moral, ekonomi
dan sosial. Ini berarti, transformasi itu secara horisontal perlu menyeluruh;
tidak bisa menyangkut hanya satu atau beberapa bidang saja seperti ekonomi
saja, atau hukum saja, politik saja, atau hukum dan ekonomi saja.
Ø Mengelola
pascapanen hasil perikanan
Sejatinya perikanan
merupakan suatu sistem bisnis yang terdiri dari tiga subsistem (komponen)
Utama, yakni produksi, penanganan dan pengolahan (handling and processing),
serta pemasaran. Pada subsistem produksi, kita bisa menghasilkan produk primer
perikanan (ikan, udang, kerang-kerangan, echinodermata, dan biota perairan
lainnya) melalui dua cara, yaitu penangkapan (perikanan tangkap, capture
fisheries) dan pembudidayaan (perikanan budidaya, aquaculture).
Oleh sebab itu, kalau kita
ingin sukses dalam membangun perikanan nasional, maka kita harus mengelola
pembangunan perikanan atas dasar pendekatan bisnis perikanan terpadu. Sosok
perikanan Indonesia yang berhasil adalah yang mampu memberikan keuntungan
(kesejahteraan) bagi seluruh pelaku usaha (terutama nelayan, pembudidaya ikan,
pengolah hasil perikanan, dan pedagang), memenuhi kebutuhan ikan dan produk
perikanan nasional, menghasilkan devisa signifikan, serta menghadirkan
pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per tahun) secara berkelanjutan (on a
sustainable basis).
Dalam praktiknya,
pendekatan bisnis perikanan terpadu berarti memastikan, bahwa banyaknya
(volume) setiap jenis ikan dan produk perikanan yang diproduksi (melalui
perikanan tangkap maupun perikanan budidaya) harus sesuai (matching) dengan
jumlah kebutuhan dan selera (preference) pasar (konsumen), baik pasar lokal,
nasional, maupun ekspor. Dengan demikian, dari perspektif bisnis, tugas
kita di subsistem pemasaran adalah bagaimana agar masyarakat Indonesia dan
dunia mengkonsumsi, menggunakan, dan membeli ikan dan produk perikanan sebanyak
mungkin dengan harga yang menguntungkan para produsen.
Sementara itu, tugas
subsistem penanganan dan pengolahan (pasca panen) adalah untuk menjamin, bahwa
kualitas, keamanan (safety), rasa (taste), bentuk sajian, dan kemasan
(packaging) ikan dan produk perikanan memenuhi segenap persyaratan dan selera
konsumen (pasar). Pada subsistem inilah, proses peningkatan
nilai tambah terhadap ikan dan produk perikanan berlangsung.
Bahkan, mengacu pada UU
N0.31/2004 tentang Perikanan, proses penciptaan nilai tambah dalam sektor
perikanan juga bisa ditempuh dengan menerapkan bioteknologi. Yakni dengan
cara mengekstraksi senyawa aktif (bioactive substances) atau produk alamiah
(natural products) dari biota perairan, kemudian memprosesnya menjadi ratusan
produk industri makanan dan minuman, obat-obatan (farmasi), kosmetik, cat,
film, bioenergi, kertas, dan lainnya.
Selama ini, cara-cara kita
mengelola pembangunan perikanan, baik di daerah maupun di tingkat pusat, pada
umumnya bersifat parsial dan terpilah-pilah. Acap kali kita hanya
terfokus menggenjot produksi, tetapi lupa mengembangkan pasarnya, dan sebaliknya.
2.6.
Pembangunan Perikanan Butuh Penyuluhan
Keberadaan penyuluh
perikanan memiliki peran sangat penting dalam rangka mendukung pelaksanaan
revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan serta melaksanakan UU No.16
tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan.
Keberadaan penyuluh perikanan bertujuan untuk membangun potensi masyarakat
dalam bidang perikanan tangkap, mengembangkan perikanan budidaya, meningkatkan
kualitas produk, menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan industri
perikanan nasional, serta memelihara lingkungannya.
Kedepan, sistem penyuluhan
yang akan dikembangkan DKP ditujukan untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya
manusia kelautan dan perikanan dalam berperan mensejahterakan dirinya sendiri,
serta mewujudkan industrialisasi perikanan nasional. Oleh karena itu, sudah
sepatutnya bahwa Sistem Penyuluhan tersebut harus bersifat dinamis dan
menyesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing. Apalagi, keberadaan
penyuluh kelautan dan perikanan berperan sebagai dinamisator, fasilitator
maupun motivator, dan menjadi mitra sejati menjadi sangat diperlukan.
Sebagai negara anggota Asia Pacific
Fisheries Commission – Food and Agriculture Organization (APFIC-FAO), Indonesia
pada dasarnya harus menganut prinsip-prinsip Ecosystem Approach Fisheries (EAF)
dan Ecosystem Aquaculture Approach (EAA) atau pembangunan perikanan dan
akuakultur dengan pendekatan berbasis ekosistem. Hal tersebut teungkap dalam
hasil Regional Consultative Workshop yang diselenggarakan oleh APFIC-FAO di
Colombo, Srilanka beberapa waktu lalu. Pertemuan yang dibuka oleh Menteri
Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Republik Srilanka ini bertujuan untuk menyusun
suatu strategi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan
mampu meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha. Untuk pemerintah dan
organisasi-organisasi non pemerintahan. Diharapkan mampu mengubah kebijakan
perikanan yang semula hanya berorientasi target spesies, berubah kepada
perikanan yang memperhatikan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.
2.8.
Pembangunan Perikanan Berbasis Penelitian
Indonesia perlu mengubah
cara pandang pembangunan dari yang terpusat di kontinental (daratan) ke maritim
(kelautan). Karena
itu, pengembangan kelautan dan perikanan menjadi penting.Maka, dia mendukung
kemitraan dalam penelitian perikanan Indonesia-Australia.cara pandang sudah
harus berubah, termasuk soal anggaran yang selama ini hanya berdasarkan ke
wilayah darat. Menurutnya, ke depan, perlu juga memperbanyak
anggaran pada sektor kelautan. "Kita jadikan Indonesia sebagai satu
kesatuan besar dalam pem-.bangunan darat dan laut. Dari pembangunan kontinental
ke maritim (Fadel muhammad, 2010).
Menurut Fadel muhammad. Ada
beberapa penelitian yang perlu ditingkatkan, khususnya di sektor perikanan dan
kelautan, pembiakan ikan, dan akuakultur. Apalagi, Indonesia berupaya menjadi
penghasil perikanan berskala internasional serta menjadi bangsa berpenghasilan
menengah ke atas di dunia pada 2015.
2.9. Pembangunan Perikanan Melalui Kewilayahan
Pembangunan
kelautan dan perikanan di Indonesia dilakukan dengan pendekatan kewilayahan
melalui program minapolitan. Tujuannya mewujudkan kesejahteraan masyarakat
kelautan dan perikanan, khususnya nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan.
Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan untuk itu pendekatan
dalam pembanguan minapolitan dilakukan dengan sistem manajemen kawasan dengan prinsip
integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi.
Menurut Fadel, dalam
membangun Pelabuhan Ratu sebagai salah satu kawasan minapolitan, maka perlu
diambil langkah-langkah strategis dalam rangka terciptanya kesejahteraan
nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Adapan langkah-langkah yang
diambil adalah penguatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil,
Penguatan Usaha Menengah dan Atas (UMA) serta pengembangan ekonomi
kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan sistem manajemen kawasan. Namun,
dalam membangun kawasan minapolitan sebagaimana yang dicita-citakan bagi
kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan membutuhkan enam persyaratan.
Pertama, komitmen daerah melalui renstra, alokasi APBD dan tata ruang yang
seimbang. Kedua, adanya komoditas unggulan seperti udang, patin, lele, tuna,
dan rumput laut. Ketiga, letak geografis yang strategis dan secara alami cocok
untuk usaha perikanan. Keempat, sistem mata rantai produksi hulu dan
hilir seperti lahan budidaya dan pelabuhan perikanan. Kelima, fasilitas
pendukung, seperti keberadaan sarana dan prasarana seperti jalan, pengairan
serta listrik. Keenam, kelayakan lingkungan dengan kondisi yang baik dan tidak
merusak. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi, maka kebijakan
strategis menjadikan kawasan minapolitan sebagai kawasan ekonomi yang terdiri
dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komodtas kelautan dan perikanan,
yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan.
2.10.
Revitalisasi Perikanan
Revitalisasi perikanan
yakni mengembalikan sub sektor perikanan mana yang pernah vital dan
berkontribusi signifikan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Konsep
revitalisasi perikanan sekarang ini lebih ke arah pengembangan subsektor baru
dalam bidang perikanan seperti budidaya rumput laut, perikanan lepas pantai
(ZEE) dan laut dalam (deep sea) dan ekstensifikasi pertambakan udang serta
kerapu. Sementara itu, subsektor perikanan tangkap diarahkan untuk
mengembangkan perikanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Problemnya,
penangkapan ikan di ZEE kerapkali berhadapan dengan kapal asing yang juga
beroperasi di wilayah itu. Kapal asing memiliki teknologi penangkapan dan
sumberdaya manusia yang terlatih dalam aktivitas penangkapan. Aktivitas
mereka inipun mendapatkan jaminan dari UU Perikanan No. 31 Tahun 2004. Oleh
karena itu pemerintah harus mengamandemen dulu UU tersebut, apabila mau
mengembangkan perikanan nasional di ZEE. Perikanan ZEE ini masih belum optimal
dikembangkan sebagai aktivitas perikanan nasional.
Pemerintah harusnya tidak
perlu memberikan angin surga revitalisasi terhadap masyarakat perikanan
(nelayan, petani ikan dan pelaku industri perikanan). Pemerintah sebaiknya
menyusun kebijakan yang jelas tentang pembangunan perikanan. Tidak perlu
menggunakan istilah ”revitalisasi”, Gerbang Mina bahari (GMB) atau Revolusi
Biru di masa lalu seolah-olah menjadi dewa penyelamat pembangunan perikanan
nasional. Cukup menggunakan istilah pembangunan perikanan saja, tetapi
substansi dan arah kebijakan serta indikator keberhasilannya jelas.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Pembangunan sektor kelautan di Indonesia
merupakan hal yang sangat penting sebagai usaha untuk menumbuhkan perekonomian
indonesia yang dewasa ini sedang mengalami kelesuhan akibat krisis ekonomi
sejak tahun 1997, serta untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
Indonesia. Pembangunan Perikanan laut meliputi pembangunan sumberdaya manusia,
teknologi, sarana dan prasarana perikanan laut, pengaturan kelembagaan,
perundang-undangan, kemitraan dan perlunya pengawasan dalam segala bidang yang
berhubungan dengan sumberdaya laut sehingga nantinya akan memberikan solusi
bagi masalah-masalah yang ada..
Adapun kebijakan yang direkomendasikan
berdasarkan rumusan di atas adalah:
1. Peningkatan kesejahteraan nelayan
Indonesia
2. Menyusun
undang-undang perlindungan petani dan nelayan
3. Penguatan
Kelembagaan Nelayan di Tingkat Lokal sampai nasional
4. Pelaksanaan desentralisasi
pembangunan sektor perikanan dan kelautan
5. Kebijakan
permodalan bagi sektor perikanan dan kelautan, urgensi pendirian bank petani
dan nelayan
6. Penataan
struktur pasar dan lingkungan usaha
7. Kebijakan
pengembangan sektor perikanan dan sektor industri yang terpadu
8. Kebijakan di
bidang birokrasi, kelembagaan, serta penanganan masalah korupsi
9. Pemeliharaan
dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan.
3.2. Saran
Adapun saran yang diberikan ialah harus
dilakukan dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia yaitu perlu
dikembangkan dengan pendekatan bersifat kelembagaan yang holistik dan
komprehensif. Ini berarti tujuan dan nilai-nilai dasar operasional dari
kegiatan-kegiatan pembangunan bertumpu pada manusia termasuk nilai-nilai moral
yang dianut. Semua kelembagaan pembangunan Indonesia yang bergerak di semua
sektor dan daerah perlu melaksanakan transformasi diri secepat mungkin sehingga
mampu mengemban tugas membawa seluruh bangsa ke suatu trayektori perkembangan
yang akan menyelesaikan masalah struktural seperti korupsi, pengangguran, dan
kemiskinan; dan sekaligus menempatkan bangsa ini ke suatu posisi yang penuh
daya saing, bermartabat, dan kuat secara moral, ekonomi dan sosial.
Hal ni berarti, transformasi itu secara
horisontal perlu menyeluruh; tidak bisa menyangkut hanya satu atau beberapa
bidang saja seperti ekonomi saja, atau hukum saja, politik saja, atau hukum dan
ekonomi saja. Setelah adanya upaya serta
kebijakan-kebijakan seperti yang telah diuraikan di atas, diharapkan dapat
memberikan perubahan perekonomian masyarakat Indonesia menjadi lebih baik lagi
khususnya yang bergerak dalam perikanan. Hal ini tentunya agar ekonomi
perikanan di masyakat dapat terus berkembang dan berkesinambungan hingga masa
yang akan datang.
Langganan:
Postingan (Atom)