Senin, 26 Oktober 2015


makalah ekonomi perikanan

BAB I
PENDAHULUAN


1.1.  Latar belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki 18.306 pulau yang dipersatukan oleh laut dengan panjang garis pantai 81.000 km terpanjang kedua di dunia setelah Kanada, dengan bentang wilayah Indonesia dari ujung barat (Sabang) sampai Timur (Merauke). Indonesia merupakan negara maritim, dimana tiga per empat berupa laut (5,8 juta km2). Luas lautnya sekitar 3,1 juta km2, yang terdiri dari perairan laut nusantara 2,8 juta km2 dan perairan laut territorial 0,3 km2. Wilayah Indonesia juga memiliki keanekaragaman hayati, hal ini dimungkinkan karena Indonesia terletak diatara dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, juga diantara dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Wilayah laut menjadi sangat penting dengan dicantumkannya pada GBHN tahun 1993, dan didirikannya Departemen Kelautan dan Perikanan.  Undang-Undang No.  22 dan 25 tahun 1999 juga mencantumkan kelautan sebagai bagian dari otonomi daerah.

Laut mengandung potensi ekonomi (pembangunan) sangat besar dan beragam. Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat besar, manakala dilihat dari sisi luasnya perairan lautan, letak geografis, wilayah maupun panjang garis pantai. Indonesia memiliki potensi maksimum perikanan laut sebesar 6,7 –7,7 juta metrik ton dan potensi perikanan darat mencapai 3,6 juta metrik ton. Sedangkan terumbu karang di Indonesia dikenal memiliki keanekaragaman koral paling tinggi di dunia, dengan lebih dari 70 genus biota laut didalamnya. (Choi & Hutagalung : 1988)
Menurut data Dirjen Perikanan (1995), potensi lestari sumber daya perikanan tangkap di laut Indonesia diperkirakan sebesar 6,7 juta ton dengan rincian 4,4 juta ton di perairan laut territorial dan perairan laut nusantara, serta 2,3 juta ton di perairan laut ZEEI.
Potensi kelautan yang meliputi perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan merupakan bidang pembangunan yang tidak dapat berdiri sendiri, karena melibatkan banyak sektor. Ketiga sektor di atas belum memberikan kontribusi yang signifikan kepada Negara, apabila dibandingkan dengqn potensi yang dimiliki. Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai kebijakan yang tumpang tindih antar ketiga sektor tersebut. Disamping kurangnya dukungan dari sektor lainnya.  Pengembangan ketiga sektor ini membutuhkan komitmen, koordinasi dan partisipasi aktif dari sektor yang terkait (stakeholders). Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kesamaan pola pikir dan pola tindak yang terintegrasi dari semua pihak dalam mewujudkan kebijakan lintas sektoral untuk mempercepat pembangunan perikanan, pariwisata bahari dan jasa kelautan. Hal ini dikatakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Freddy Numberi pada perumusan Kebijakan Pembangunan Kelautan Indonesia.

1.2.  Perumusan masalah
a.       Aspek sumberdaya manusia
Dalam Human Development Report 2003 yang dipublikasikan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa (UNDP), terungkap bahwa indeks pembangunan manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia mengalami penurunan, yaitu dari 0,684 (pada HDR 2002) menjadi 0,682 (pada HDR 2003). mbagunan mensejahterakan kaum nelayan.
b.   Aspek permodalan, industri, dan pasar
Selama ini, banyak masalah dan kendala yang menghadang para petani dan nelayan sebagai pelaku agrobisnis. Masalah paling strategis yang dihadapi oleh petani kita adalah akses terhadap modal/kapital.
c.   Aspek sarana dan prasarana
Naiknya harga sarana dan prasarana produksi perikanan sehingga meningkatkan biaya operasional melaut. Kenaikan harga BBM (solar) mengakibatkan sebagian besar nelayan mengeluhkan mahalnya operasional melaut, bahkan banyak nelayan yang berhenti melaut karena tidak mampu lagi membiayai operasional ke laut.
d.   Aspek sosial
Permasalahan yang berkembang mengenai petani dan nelayan, yang berdampak pada pencapaian tingkat keberhasilan pembangunan sektor pertanian serta perikanan dan kelautan di Indonesia bermuara pada belum berpihaknya pembangunan yang dilakukan kepada petani dan nelayan. Belum ada undang-undang yang melindungi hak-hak para petani dan nelayan yang jumlahnya lebih dari setengah warga negara Indonesia. Sehingga kaum petani dan nelayan selalu menjadi kaum yang tertindas dan dieksploitir dalam pencapaian target pembangunan ekonomi Indonesia.
 e.   Aspek sumberdaya alam
Pemanfaatan sumberdaya laut baik hayati dan non hayati harus memperhatikan aspek kelestarian lingkungan sehingga senantiasa terjaminkelangsungannya (sustainable).


1.3.  Tujuan
a.       Untuk mengetahui bagaimana upaya yang harus dilakukan dalam pembangunan perikanan di Indonesia
b.      Mengetahui fator-faktor apa yang harus dilaksanakan dalam pembangunan perikanan di Indonesia
c.       Untuk mengetahui pembangunan perikanan di Indonesia yang sudah di upayakan

BAB II
PEMBAHASAN


2.1.   Pembangunan Perikanan di Indonesia
Berbicara tentang pembangunan perikanan sebenarnya bukanlah suatu hal yang baru baik dilihat secara global maupun nasional. Namun dalam pelaksanaannya masih belum dipahami dengan baik dan oleh karenanya masih menunjukkan banyak kerancuan pada tingkat kebijakan dan pengaturan dan mempunyai banyak gejala pada tatanan implementasi atau pelaksana. Sebagai sebuah konsep, pembangunan yang mengandung pengertian sebagai pembangunan yang “memperhatikan” dan “mempertimbangkan”. yang menganjurkan agar pembangunan dilaksanakan dengan memperhatikan faktor lingkungan (Soerjani, 1977: 66),
Wilayah perairan yang sangat luas memang memberikan harapan dan manfaat yang besar, tapi juga membawa konsekuensi dan beberapa permasalahan, antara lain banyaknya sea lane of communication, tidak dipatuhinya hukum nasional maupun internasional yang berlaku di perairan seperti illegal fishing, illegal logging, illegal mining, illegal migrant, human trafficking, atau kurang terjaminnya keselamatan pelayaran.
Keberadaan Perairan Indonesia yang luas dan terletak pada posisi silang di antara dua samudera dan dua benua, mengharuskan Indonesia untuk berperan aktif dalam forum-forum regional sehingga terjalin kerjasama dan kesatuan di antara negara-negara tetangga. Kerjasama luar negeri baik itu bilateral, regional maupun internasional perlu ditingkatkan untuk  mengatur pemanfaatan sumberdaya ikan, penelitian maupun pengelolaan laut, termasuk dalam pengaturan batas ZEE.
Selain itu Pendayagunaan dan pemanfaatan fungsi wilayah laut nasional dengan menerapkan konvensi hukum laut internasional meliputi penetapan batas wilayah perairan indonesia maupun ZEE serta mengembangkan potensi nasional merupakan kekuatan pertahanan keamanan di bidang maritim untuk menjamin keselamatan dan pembangunan di laut. Peran serta Departemen Perhubungan khususnya perhubungan laut dalam pengadaan sarana-sarana perhubungan laut akan memberi solusi bagi terbukanya wilayah yang terisolasi sehingga memungkinkan pembangunan wilayah di pulau-pulau maupun wilayah yang terpencil sekalipun.
 Dalam pembangunan Perikanan laut, penguasaan teknologi perlu ditingkatkan.  Teknologi yang perlu ditingkatkan dalam pembangunan perikanan laut (Rohmin D, 1997) antara lain:
Ø  Pengembangan kemampuan armada penangkapan ikan nasional, dari yang bersifat hunting menjadi lebih bersifat harvesting.  Ini memerlukan penguasaan dan penerapan IPTEK baru, antara lain sensor system, remote sensing dan GIS, permodelan dan simulasi komputer, artificial inteligence dan decision support system, teknologi penangkapan dan kapal penangkapan ikan yang modern dan effisien untuk eksploitasi Sumberdaya ikan di ZEE.
Ø  Pengembangan teknologi budidaya laut (mariculture), termasuk sea ranching, untuk sumberdaya ikan yang sudah dibudidayakan maupun yang belum (baru).
Ø  Penerapan bioteknologi untuk budidaya laut, termasuk teknik ekstrasi bioactive subtances atau marine natural products untuk industri pangan, obat-obatan dan kosmetika.
Ø  Pengembangan teknologi pengelolaan (konservasi) sumberdaya perikanan dan lingkungan laut serta rehabilitasi habitat ikan yang telah rusak, sehingga kelestarian produksi sumberdaya ikan dapat dipelihara.
Ø  Pengembangan ilmu dan teknologi kelautan, khususnya dalam bidang fisika oseanografi.

2.2.   Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan perikanan
Sebagai sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources), sumberdaya ikan mempunyai batas-batas tertentu sesuai dengan daya dukungnya (carrying capacity). Oleh karena itu, apabila pemanfaatannya dilakukan secara bertentangan dengan kaedah-kaedah pengelolaan, maka akan berakibat terjadinya kepunahan. Dengan demikian, agar kelestarian sumberdaya ikan tetap terjaga maka diperlukan perangkat hukum yang pasti yang disertai dengan penegakan hukum (law enforcement). Dengan kata lain, ketidakpastian hukum dan lemahnya penegakan hukum inilah yang menjadi penyebab rusaknya eksosistem perairan laut.
1.      Pembangunan Perikanan Laut
a.  Objektif  projek tujuan utama aktiviti ini dilaksanakan adalah untuk :
Ø  Mengurangkan bilangan golongan nelayan miskin dan termiskin melalui program bantuan bagi membolehkan mereka meningkatkan pendapatan keluarga.
Ø   Meningkatkan kecekapan serta kemahiran nelayan miskin dan termiskin ke arah peningkatan produktiviti sektor perikanan artisenal / pantai.
Ø   Memberi suntikan teknologi kepada sektor perikanan pantai ke arah memodenkan kumpulan nelayan artisenal.
Ø  Memperbaiki kedudukan sosio-ekonomi nelayan.
                                     b.      Komponen projek
Ø  Projek ini melibatkan pemberian Geran bantuan kepada nelayan yang tersenarai sebagai nelayan miskin dan termiskin.
      Gerakan bantuan adalah bertujuan untuk membiayai kos pembelian perkakas / peralatan bernilai tidak melebihi RM10,000/orang. Dengan bantuan ini dijangka nelayan-nelayan miskin dan termiskin akan dapat meningkatkan pendapatan mereka, kerana mereka menjadi ‘owner operator’ dan tidak hanya menjadi awak-awak bot.


2.   Pembangunan Produk Baru Perikanan
                               a.      Objektif projek tujuan utama aktiviti ini dilaksanakan adalah untuk :
Ø  Untuk membangunkan dan memajukan produk-produk sedia ada yang dihasilkan oleh usahawan atau produk baru hasil penyelidikan oleh MARDI atau lain-lain badan.
Ø  Untuk menaiktaraf kaedah pemprosesan, kualiti, piawaian, jenama, pembungkusan, kaedah persembahan, pernyataan komposisi nutrien, pelabelan dan pengeluaran produk yang lebih berdaya saing.
Ø  Untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan konsumer melalui pengeluaran produk mengikut manual serta amalan pemprosesan yang berkualiti dengan mempunyai persijilan GHP/GMP/Halal/HACCP bagi memastikan pengeluaran yang konsisten, berkualiti, selamat dimakan dan boleh dipercayai.
Ø   Menyediakan bantuan melalui satu pakej yang lengkap sebagai tambahan kepada pelaburan yang telah dibuat oleh usahawan terpilih dalam setiap aktiviti di peringkat pengeluaran produk yang bermula dari penyediaan premis, penerimaan bahan mentah, pemprosesan, pembungkusan, penyimpanan, pemasaran serta pemindahan teknologi (TOT).
b.   Komponen projek. Pembangunan produk dan pemprosesannya akan ditumpukan melalui:
Ø   Penyediaan premis yang berkualiti.
Ø  Penyediaan peralatan pemprosesan yang mencapai standard pengeluaran produk yang ditetapkan.
Ø  Mengujicuba pengeluaran secara semi komersil sebelum dipindahkan kepada usahawan.

Ø  Mengujicoba pengeluaran produk secara semi komersil sebelum dipindahkan kepada usahawan. Pembangunan produk akan dilakukan ke atas produk yang telah diuji dan disahkan boleh dikomersilkan oleh MARDI atau badan-badan lain yang terlibat. Produk-produk yang telah berjaya diperingkat R&D makmal akan diuji pengeluarannya secara semi komersil di premis-premis yang disediakan oleh LKIM. Setelah ujicuba pengeluaran secara semi komersil berjaya dilakukan, teknologi akan dipindahkan kepada usahawan yang berminat untuk mengkomersilkannya. Pengeluaran secara komersil ini akan dibuat di PPHP, di loji pemprosesan PNK dan kawasan IKS yang disewakan kepada usahawan.
3.   Khidmat Sokongan Pembangunan Perikanan Laut
a.   Objektif  projek
Ø  Membangunkan sumber manusia (nelayan artisenal) dari aspek pengetahuan dan kemahiran melalui latihan dan bimbingan.
Ø  Menyediakan kumpulan pekerja tempatan (nelayan) yang mahir untuk mengusahakan vesel rawai tuna di lautan ZEE negara dan Lautan Hindi.  Memberi penerangan mengenai konsep “Community Based Fisheries Management” dengan “fishing rights” di kawasan unjam kepada kumpulan nelayan tempatan.
b.   Komponen Projek
Ø  Latihan kepada nelayan artisenal dalam bidang teknologi perkakasan dan peralatan secara penempatan (attachment).
Ø  Latihan bekerja secara penempatan/sangkut [attachment] kepada nelayan tempatan yang berminat untuk menceburi bidang merawai tuna di lautan ZEE negara dan Lautan Hindia.
Ø  Sessi penerangan kepada nelayan tempatan, terutamanya yang menangkap ikan di kawasan unjam, mengenai konsep “Community Based Fisheries Management” serta mengenai “fishing rights” di kawasan unjam.
4.   Insentif berbagai peralatan
a.   Objektif Projek
Ø  Memperkayakan sekitaran laut pantai melalui peningkatan kepadatan (density) dan kepelbagaian (biodiversity) hidupan marin disamping mengujudkan habitat baru.
Ø  Memudahkan nelayan pantai menangkap ikan melalui ‘targetfishing’ di kawasan unjam meningkatkan produktiviti dan sekaligus pendapatan mereka. Melindungi kawasan perairan pantai dari terus dicerobohi dan dirosakkan oleh kegiatan penangkapan ikan tidak bertanggung jawab.
Ø  Memupuk kesedaran dikalangan nelayan tentang pentingnya pemuliharaan dan penggunaan sumber perikanan secara optimum dan rasional.
Ø  Merintis  usaha kearah ‘Community Based Fisheries Management’ (CBFM), dengan mewujudkan ‘Fishing Rights’ di kawasan unjam masing-masing.
b.   Komponen projek
Ø  Pembinaan unjam-unjam meliputi pembekalan modul-modul pengangkutan darat dan laut serta kerja-kerja melabuh modul-modul di dasar laut.
Ø  Berbagai rekabentuk modul dan binaan akan di cuba mengikut kesesuaian kawasan bagi memastikan keberkesanan yang terbaik. Faktor-faktor kos dan faedah akan diambil kira bagi menentukan rekabentuk yang paling berkesan.  Kerja-kerja pemantauan, penyenggaraan, kajian dan penilaian bagi memastikan keberkesanan unjam dilaksanakan secara berkala.
Ø  Berdasarkan temuan-temuan kajian, pengenalpastian teknologi binaan dan kaedah penangkapan ikan yang sesuaikan disyorkan.
2.3.   Karakteristik Undang-undang Perikanan
Produk Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan, jika kita cermat secara lebih kritis dan mendalam maka akan tampak beberapa karakteristik yang mendasarinya yaitu :
                           a.      Menganut ideologi penguasaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan yang berbasis pada negara (state-based resource on control and management), bercorak sentralistik, dan pendekatan yang bernuansa sektoral. Penjelasan Umum UU 9/1985 menyebutkan, “Pasal 33 UUD 1945 menentukan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Ketentuan ini merupakan landasan konstitusional dan sekaligus arah bagi pengaturan berbagai hal yang berkaitan dengan sumber daya ikan.”
                  b.      Hubungan antar sektor dalam pengelolaan sumber daya perikanan tidak diatur secara terkoordinasi dan terintegrasi (sectoral policy), sehingga setiap sektor cenderung berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan visi sektornya masing-masing.
                  c.      Hak-hak masyarakat lokal atau nelayan kampung atas penguasaan dan pengelolaan sumber daya perikanan belum diakui secara utuh atau masih bersifat mendua (ambiguity).
                  d.      Kebijakan pengelolaan sumber daya perikanan yang lebih berpihak pada kepentingan pemilik modal besar (capital oriented), dengan mengabaikan kepentingan dan mematikan potensi perekonomian nelayan kecil (nelayan kampung).
                   e.      Mengabaikan perlindungan hak-hak asasi manusia (HAM), terutama hak-hak masyarakat l

2.4.   Permasalahan Pembangunan Perikanan dan Kelautan
Beberapa permasalahan yang selama ini dianggap sebagai faktor penghambat pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan antara lain faktor internal dan faktor eksternal.
a.       Faktor Internal antara lain sebagian besar nelayan merupakan nelayan tradisional dengan karaktersitik sosial budaya yang belum kondusif untuk kemajuan usaha, sebagian besar struktur armada yang dimiliki masih didominasi struktur skala kecil dan tradisional (berteknologi rendah), ketimpangan tingkat pemanfaatan stock ikan antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, masih banyaknya praktek illegal, unregulated dan unreported fishing,penegakan hukum masih lemah, terjadinya kerusakan lingkungan ekosistem laut yang disebabkan oleh pengeboman dan penambangan pasir, terbatasnya sarana prasarana sosial dan ekonomi (transportasi, komunikasi, kesehatan, pendidikan dan perumahan) dan lemahnya market intelligence yang meliputi penguasaan informasi tentang segmen pasar, harga dan pesaing.
b.      Faktor eksternal yang ikut mempengaruhi lambatnya pembangunan kelautan dan perikanan adalah khususnya yang terkait dengan kebijakan moneter, fiskal dan investasi seperti suku bunga pinjaman dan penyediaan kredit perikanan.
Pelaksanaan pembangunan kelautan dan perikanan masa depan tentunya harus dapat menjawab permasalahan permasalahan yang selama ini dianggap sebagai faktor yang menghambat proses pembangunan kelautan dan perikanan secara berkelanjutan, berkeadilan dan merata.
Tabel 1. Perkiraan nilai ekonomi potensi sumberdaya perikanan.

Jenis Potensi
Potensi Lestari
(ribu ton)
Perkiraan Nilai (US$ juta)
Perikanan tangkap dilaut
5.006
15.101
Potensi lestari diperairan umum
356
1.068
Perikanan bududaya laut
46.700
46.700
Perikanan budidaya tambak
1.000
10.000
Perikanan bududaya air tawar
2.195
Bioteknologi kelautan
4.000
Total
82.064

Tabel 2. Potensi ekonomi perikanan budidaya.
Jenis Budidaya
Luas Potensi
(ha)
Potensi
Produksi (ton)
Nilai (Trilliun Rp)
Budidaya laut
5.200.000
65.000.000
220
Budidaya tambak
800.000
800.000
10
Budidaya kolam
200.000
300.000
1.5
Budidaya keramba
140.000
11.200.000
16
Sawah mina padi
500.000
500.000
2.5
Total
250

   Beberapa alasan pembangunan kelautan antara lain:
                   a.      Indonesia memiliki sumberdaya laut yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun keragamannya, Sumberdaya laut tersebut bila ditinjau dari kuantitas sangat besar seperti yang diuraikan di sub bab potensi sumberdaya laut di bagian bawah ini, adapun keragaman sumberdaya laut untuk jenis ikan diketahui terdapat 8.500 jenis ikan pada kolom perairan yang sama, 1.800 jenis rumput laut dan  20.000 jenis moluska.
                  b.      Sumberdaya  laut merupakan sumberdaya yang dapat dipulihkan, artinya bahwa ikan ataupun sumberdaya laut lainnya dapat dimanfaatkan, namun   harus memperhatikan kelestariaannya, sehingga nantinya masih terus dapat diusahakan.
                   c.      Pusat Pertumbuhan ekonomi, dengan akan berlakunya liberalisasi perdagangan di abad 21 ini, akan terbuka peluang untuk bersaing memasarkan produk-produk kelautan dalam perdagangan internasional.
                  d.      Sumber protein hewani, sumberdaya ikan mengandung protein yang tinggi khususnya untuk asam amino tak jenuh, atau dikenal juga dengan kandungan OMEGA-3 yang sangat bermanfaat bagi tubuh manusia. 
                   e.      Penghasil devisa negara, udang dan beberapa jenis ikan ekonomis penting seperti tuna, cakalang ataupun lobster, saat ini merupakan komoditi eksport yang menghasilkan devisa negara diluar sektor kehutanan maupun pertambangan.
                 
2.5.   Perlunya Kebijakan dan Strategi Yang Tepat
Dengan melihat kondisi potensi dan permasalahan tersebut maka terdapat beberapa alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan sebagai alternatif utama pembangunan masa depan. Yaitu sebagai berikut :
a.       Sumber daya laut di indonesia memiliki potensi yang sangat besar tetapi belum tergarap secara optimal.
b.      Sumberdaya yang terlibat atau yang bekerja di sektor perikanan dan kelautan sangat banyak, bahkan cenderung mengalami peningkatansetiap tahun.
c.       Potensi pasar yang sangat baik baik pasar domestik dan pasar luar negri.
d.     Pemanfaatan potensi yang belum mampu memberikan kemakmuran dan keejahteraan bagi bangsa dan negara.
e.      Telah terjadi tingkat kejenuhan pembangunan yang bersumber dari daratan (perikanan, perkebunan, pertambangan, kehutanan dan lain-lain).
f.       Industri kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan dengan industri lainnyaseperti halnya kosmetik, farmasi, dan energi.
g.    
Ø  Arah Kebijakan
Secara umum, arah kebijakan pengelolaan pembangunan perikanan dan kelautan yang diperlukan harus diarahkan kepada kesejahteraan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi (peningkatan devisa dan sumbangan PDB Nasional). Secara spesifik diarahkan kepada :
                      a.      Peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia
                      b.      Peningkatan pemberdayaan nelayan
                      c.     Pengembangan pendidikan, pelatihan, pengetahuan dan ketrampilan sumberdaya manusia pengelola sumberdaya laut dan perikanan
                      d.      Penguatan kelembagaan nelayan di tingkat lokal dan nasional
                       e.     Desentralisasi pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang searah dengan sistem desentralisasi pemerintahan daerah atau otonomi daerah
                     
Ø  Pendekatan kebijakan
Sumberdaya laut Indonesia bila dikelola dengan baik, akan dapat menjadikannya sebagai penyumbang perekonomian negara yang besar, gambaran sektor kelautan dan kehidupan nelayan Indonesia seharusnya tidak seburuk apa yang seperti terjadi saat ini. Ini mengingat, sebagai negara maritim yang tiga per empat berupa laut (5,8 juta km2), kaya akan sumber daya (resources) baik hayati maupun non hayati, Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan menjadi kekuatan riil bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
. Pendekatan perumusan kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia dapat didekati dengan:
a.       Visi kebijakan pembangunan kelautan harus dilandasi oleh semangat rasa syukur kita terhadap Allah SWT atas karunia sumber daya (resources) perikanan dan kelautan yang begitu besar kepada bangsa Indonesia. Sebagai perwujudan rasa syukur atas karunia Ilahi ini, maka perlu menempatkan prioritas pertama pada peningkatan taraf hidup nelayan sebagai pelaku utama pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
b.      Tuntutan dikembangkan tata kelola yang baik (good governance) atas perikanan dan kelautan Indonesia di masa mendatang. Dan sebagai perwujudan untuk mengembangkan good governance tersebut, perlu adanya upaya mewujudkan sistem pembangunan perikanan dan kelautan Indonesia yang direncanakan dan ditata secara menyeluruh dan terpadu dengan dukungan regulasi, pedoman teknis dan standar operasional kerja yang akomodatif, jelas dan kondusif, bebas dari praktek spekulatif, serta menempatkan para pengelola ekonomi yang amanah, jujur, dan kompenten.
c.       Pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia perlu dikembangkan dengan pendekatan bersifat kelembagaan yang holistik dan komprehensif. Ini berarti tujuan dan nilai-nilai dasar operasional dari kegiatan-kegiatan pembangunan bertumpu pada manusia termasuk nilai-nilai moral yang dianut. Semua kelembagaan pembangunan Indonesia yang bergerak di semua sektor dan daerah perlu melaksanakan transformasi diri secepat mungkin sehingga mampu mengemban tugas membawa seluruh bangsa ke suatu trayektori perkembangan yang akan menyelesaikan masalah struktural seperti korupsi, pengangguran, dan kemiskinan; dan sekaligus menempatkan bangsa ini ke suatu posisi yang penuh daya saing, bermartabat, dan kuat secara moral, ekonomi dan sosial. Ini berarti, transformasi itu secara horisontal perlu menyeluruh; tidak bisa menyangkut hanya satu atau beberapa bidang saja seperti ekonomi saja, atau hukum saja, politik saja, atau hukum dan ekonomi saja.
    
Ø  Mengelola pascapanen hasil perikanan
Sejatinya perikanan merupakan suatu sistem bisnis yang terdiri dari tiga subsistem (komponen) Utama, yakni produksi, penanganan dan pengolahan (handling and processing), serta pemasaran. Pada subsistem produksi, kita bisa menghasilkan produk primer perikanan (ikan, udang, kerang-kerangan, echinodermata, dan biota perairan lainnya) melalui dua cara, yaitu penangkapan (perikanan tangkap, capture fisheries) dan pembudidayaan (perikanan budidaya, aquaculture).
Oleh sebab itu, kalau kita ingin sukses dalam membangun perikanan nasional, maka kita harus mengelola pembangunan perikanan atas dasar pendekatan bisnis perikanan terpadu. Sosok perikanan Indonesia yang berhasil adalah yang mampu memberikan keuntungan (kesejahteraan) bagi seluruh pelaku usaha (terutama nelayan, pembudidaya ikan, pengolah hasil perikanan, dan pedagang), memenuhi kebutuhan ikan dan produk perikanan nasional, menghasilkan devisa signifikan, serta menghadirkan pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7% per tahun) secara berkelanjutan (on a sustainable basis).
Dalam praktiknya, pendekatan bisnis perikanan terpadu berarti memastikan, bahwa banyaknya (volume) setiap jenis ikan dan produk perikanan yang diproduksi (melalui perikanan tangkap maupun perikanan budidaya) harus sesuai (matching) dengan jumlah kebutuhan dan selera (preference) pasar (konsumen), baik pasar lokal, nasional, maupun ekspor.  Dengan demikian, dari perspektif bisnis, tugas kita di subsistem pemasaran adalah bagaimana agar masyarakat Indonesia dan dunia mengkonsumsi, menggunakan, dan membeli ikan dan produk perikanan sebanyak mungkin dengan harga yang menguntungkan para produsen.
Sementara itu, tugas subsistem penanganan dan pengolahan (pasca panen) adalah untuk menjamin, bahwa kualitas, keamanan (safety), rasa (taste), bentuk sajian, dan kemasan (packaging) ikan dan produk perikanan memenuhi segenap persyaratan dan selera konsumen (pasar). Pada subsistem inilah, proses peningkatan nilai tambah terhadap ikan dan produk perikanan berlangsung.
Bahkan, mengacu pada UU N0.31/2004 tentang Perikanan, proses penciptaan nilai tambah dalam sektor perikanan juga bisa ditempuh dengan menerapkan bioteknologi.  Yakni dengan cara mengekstraksi senyawa aktif (bioactive substances) atau produk alamiah (natural products) dari biota perairan, kemudian memprosesnya menjadi ratusan produk industri makanan dan minuman, obat-obatan (farmasi), kosmetik, cat, film, bioenergi, kertas, dan lainnya.
Selama ini, cara-cara kita mengelola pembangunan perikanan, baik di daerah maupun di tingkat pusat, pada umumnya bersifat parsial dan terpilah-pilah.  Acap kali kita hanya terfokus menggenjot produksi, tetapi lupa mengembangkan pasarnya, dan sebaliknya.  
2.6.    Pembangunan Perikanan Butuh Penyuluhan
Keberadaan penyuluh perikanan memiliki peran sangat penting dalam rangka mendukung pelaksanaan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan serta melaksanakan UU No.16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. Keberadaan penyuluh perikanan bertujuan untuk membangun potensi masyarakat dalam bidang perikanan tangkap, mengembangkan perikanan budidaya, meningkatkan kualitas produk, menciptakan suasana kondusif bagi pertumbuhan industri perikanan nasional, serta memelihara lingkungannya.
Kedepan, sistem penyuluhan yang akan dikembangkan DKP ditujukan untuk mengembangkan kapasitas sumberdaya manusia kelautan dan perikanan dalam berperan mensejahterakan dirinya sendiri, serta mewujudkan industrialisasi perikanan nasional. Oleh karena itu, sudah sepatutnya bahwa Sistem Penyuluhan tersebut harus bersifat dinamis dan menyesuaikan dengan kondisi lingkungan masing-masing. Apalagi, keberadaan penyuluh kelautan dan perikanan berperan sebagai dinamisator, fasilitator maupun motivator, dan menjadi mitra sejati menjadi sangat diperlukan.

Sebagai negara anggota Asia Pacific Fisheries Commission – Food and Agriculture Organization (APFIC-FAO), Indonesia pada dasarnya harus menganut prinsip-prinsip Ecosystem Approach Fisheries (EAF) dan Ecosystem Aquaculture Approach (EAA) atau pembangunan perikanan dan akuakultur dengan pendekatan berbasis ekosistem. Hal tersebut teungkap dalam hasil Regional Consultative Workshop yang diselenggarakan oleh APFIC-FAO di Colombo, Srilanka beberapa waktu lalu. Pertemuan yang dibuka oleh Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Republik Srilanka ini bertujuan untuk menyusun suatu strategi pengelolaan perikanan yang berkelanjutan, bertanggung jawab dan mampu meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha. Untuk pemerintah dan organisasi-organisasi non pemerintahan. Diharapkan mampu mengubah kebijakan perikanan yang semula hanya berorientasi target spesies, berubah kepada perikanan yang memperhatikan pengelolaan sumberdaya yang berkelanjutan.

2.8.   Pembangunan Perikanan Berbasis Penelitian
Indonesia perlu mengubah cara pandang pembangunan dari yang terpusat di kontinental (daratan) ke maritim (kelautan). Karena itu, pengembangan kelautan dan perikanan menjadi penting.Maka, dia mendukung kemitraan dalam penelitian perikanan Indonesia-Australia.cara pandang sudah harus berubah, termasuk soal anggaran yang selama ini hanya berdasarkan ke wilayah darat. Menurutnya, ke depan, perlu juga memperbanyak anggaran pada sektor kelautan. "Kita jadikan Indonesia sebagai satu kesatuan besar dalam pem-.bangunan darat dan laut. Dari pembangunan kontinental ke maritim (Fadel muhammad, 2010).
Menurut Fadel muhammad. Ada beberapa penelitian yang perlu ditingkatkan, khususnya di sektor perikanan dan kelautan, pembiakan ikan, dan akuakultur. Apalagi, Indonesia berupaya menjadi penghasil perikanan berskala internasional serta menjadi bangsa berpenghasilan menengah ke atas di dunia pada 2015.
2.9.   Pembangunan Perikanan Melalui Kewilayahan
Pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia dilakukan dengan pendekatan kewilayahan melalui program minapolitan. Tujuannya mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan untuk itu pendekatan dalam pembanguan minapolitan dilakukan dengan sistem manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi.
Menurut Fadel, dalam membangun Pelabuhan Ratu sebagai salah satu kawasan minapolitan, maka perlu diambil langkah-langkah strategis dalam rangka terciptanya kesejahteraan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan. Adapan langkah-langkah yang diambil adalah penguatan ekonomi masyarakat kelautan dan perikanan skala kecil, Penguatan Usaha Menengah dan Atas (UMA) serta pengembangan  ekonomi kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan sistem manajemen kawasan. Namun, dalam membangun kawasan minapolitan sebagaimana yang dicita-citakan bagi kesejahteraan nelayan dan pembudidaya ikan membutuhkan enam persyaratan. Pertama, komitmen daerah melalui renstra, alokasi APBD dan tata ruang yang seimbang. Kedua, adanya komoditas unggulan seperti udang, patin, lele, tuna, dan rumput laut. Ketiga, letak geografis yang strategis dan secara alami cocok untuk usaha perikanan. Keempat, sistem mata rantai produksi hulu dan hilir seperti lahan budidaya dan pelabuhan perikanan. Kelima, fasilitas pendukung, seperti keberadaan sarana dan prasarana seperti jalan, pengairan serta listrik. Keenam, kelayakan lingkungan dengan kondisi yang baik dan tidak merusak. Apabila persyaratan-persyaratan tersebut terpenuhi, maka kebijakan strategis menjadikan kawasan minapolitan sebagai kawasan ekonomi yang terdiri dari sentra-sentra produksi dan perdagangan komodtas kelautan dan perikanan, yang dapat meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan.
        2.10.  Revitalisasi Perikanan
Revitalisasi perikanan yakni mengembalikan sub sektor perikanan mana yang pernah vital dan berkontribusi signifikan dalam pembangunan perikanan di Indonesia. Konsep revitalisasi perikanan sekarang ini lebih ke arah pengembangan subsektor baru dalam bidang perikanan seperti budidaya rumput laut, perikanan lepas pantai (ZEE) dan laut dalam (deep sea) dan ekstensifikasi pertambakan udang serta kerapu. Sementara itu, subsektor perikanan tangkap diarahkan untuk mengembangkan perikanan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. Problemnya, penangkapan ikan di ZEE kerapkali berhadapan dengan kapal asing yang juga beroperasi di wilayah itu. Kapal asing memiliki teknologi penangkapan dan sumberdaya manusia yang terlatih dalam aktivitas penangkapan. Aktivitas mereka inipun mendapatkan jaminan dari UU Perikanan No. 31 Tahun 2004. Oleh karena itu pemerintah harus mengamandemen dulu UU tersebut, apabila mau mengembangkan perikanan nasional di ZEE. Perikanan ZEE ini masih belum optimal dikembangkan sebagai aktivitas perikanan nasional.
Pemerintah harusnya tidak perlu memberikan angin surga revitalisasi terhadap masyarakat perikanan (nelayan, petani ikan dan pelaku industri perikanan). Pemerintah sebaiknya menyusun kebijakan yang jelas tentang pembangunan perikanan. Tidak perlu menggunakan istilah ”revitalisasi”, Gerbang Mina bahari (GMB) atau Revolusi Biru di masa lalu seolah-olah menjadi dewa penyelamat pembangunan perikanan nasional. Cukup menggunakan istilah pembangunan perikanan saja, tetapi substansi dan arah kebijakan serta indikator keberhasilannya jelas.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN


3.1.   Kesimpulan
Pembangunan sektor kelautan di Indonesia merupakan hal yang sangat penting sebagai usaha untuk menumbuhkan perekonomian indonesia yang dewasa ini sedang mengalami kelesuhan akibat krisis ekonomi sejak tahun 1997, serta untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pembangunan Perikanan laut meliputi pembangunan sumberdaya manusia, teknologi, sarana dan prasarana perikanan laut, pengaturan  kelembagaan, perundang-undangan, kemitraan dan perlunya pengawasan dalam segala bidang yang berhubungan dengan sumberdaya laut sehingga nantinya akan memberikan solusi bagi masalah-masalah yang ada..
Adapun kebijakan yang direkomendasikan berdasarkan rumusan di atas adalah:
1.      Peningkatan kesejahteraan nelayan Indonesia
2.      Menyusun undang-undang perlindungan petani dan nelayan
3.      Penguatan Kelembagaan Nelayan di Tingkat Lokal sampai nasional
4.      Pelaksanaan desentralisasi pembangunan sektor perikanan dan kelautan
5.      Kebijakan permodalan bagi sektor perikanan dan kelautan, urgensi pendirian bank petani dan nelayan
6.      Penataan struktur pasar dan lingkungan usaha
7.      Kebijakan pengembangan sektor perikanan dan sektor industri yang terpadu
8.      Kebijakan di bidang birokrasi, kelembagaan, serta penanganan masalah korupsi
9.      Pemeliharaan dan peningkatan daya dukung serta kualitas lingkungan.
3.2.   Saran
Adapun saran yang diberikan ialah harus dilakukan dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Indonesia yaitu perlu dikembangkan dengan pendekatan bersifat kelembagaan yang holistik dan komprehensif. Ini berarti tujuan dan nilai-nilai dasar operasional dari kegiatan-kegiatan pembangunan bertumpu pada manusia termasuk nilai-nilai moral yang dianut. Semua kelembagaan pembangunan Indonesia yang bergerak di semua sektor dan daerah perlu melaksanakan transformasi diri secepat mungkin sehingga mampu mengemban tugas membawa seluruh bangsa ke suatu trayektori perkembangan yang akan menyelesaikan masalah struktural seperti korupsi, pengangguran, dan kemiskinan; dan sekaligus menempatkan bangsa ini ke suatu posisi yang penuh daya saing, bermartabat, dan kuat secara moral, ekonomi dan sosial.
Hal ni berarti, transformasi itu secara horisontal perlu menyeluruh; tidak bisa menyangkut hanya satu atau beberapa bidang saja seperti ekonomi saja, atau hukum saja, politik saja, atau hukum dan ekonomi saja. Setelah adanya upaya serta kebijakan-kebijakan seperti yang telah diuraikan di atas, diharapkan dapat memberikan perubahan perekonomian masyarakat Indonesia menjadi lebih baik lagi khususnya yang bergerak dalam perikanan. Hal ini tentunya agar ekonomi perikanan di masyakat dapat terus berkembang dan berkesinambungan hingga masa yang akan datang.